Sejak lama konsep advokasi kebijakan memasukkan mediasi dan negosiasi sebagai bagian dari kerangka kerja advokasi yg komprehensif (lihat kerangka advokasi Mansour Fakih, 1990-an). Pegiat (profesi) atau lembaga yang mengembangkan kapasitas dan praktik sebagai negosiator atau mediator semakin berkembang dalam 5 tahun terakhir. Dalam kondisi keterbukaan dan demokrasi hari ini sudah seharusnya penyelesaian perbedaan/sengketa/konflik diutamakan melalui proses dialog yang dikemas dalam mekanisme mediasi ataupun negosiasi, bukankah musyawarah mufakat adalah nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan landasan filosofi bernegara dalam sila ke 4 Pancasila. Mengutamakan pendekatan kekuasaan dan pengerahan kekuatan/tekanan yang menghasilkan menang-kalah justru akan memicu budaya kekerasan dan permusuhan serta dendam yang semakin akut, sehingga semakin jauh dari kehidupan yang harmoni.

Bagaimana proses mediasi berlangsung?

 

Dalam konflik yang komplek seperti konflik Tenurial Sumber Daya Alam dan agraria, aktor yang terkait langsung maupun tak langsung mesti harus diketahui lebih dahulu melalui pemetaan/asesmen dan analisis konflik. Aktor yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang kuat mesti dilibatkan dlm proses mediasi. Bisa dimasukkan menjadi pihak maupun dalam posisi pengamat. pelibatan ahli bisa dilakukan dalam kondisi para pihak memerlukan pendapat/pandangan ahli. Para pihak bisa menyepakati apakah pendapat ahli bersifat mengikat atau tidak mengikat.

Kapan Mediasi atau Negosiasi diperlukan dalam rangkaian advokasi?

Seperti disampaikan diawal konsep-konsep mediasi dan negosiasi berkembang dalam 5 tahun terakhir. Namun demikian, hingga saat ini masih ada juga pihak yang berpandangan negosiasi dan mediasi tidak diperlukan dalam proses advokasi. AZ Law & Conflict Resolution Center berpendapat, dalam kondisi keterbukaan dan demokrasi hari ini sudah seharusnya penyelesaian perbedaan/sengketa/konflik diutamakan penyelesaiannya melalui pengutamaan dialog yang dikemas dalam mekanisme mediasi ataupun negosiasi, bukankah musyawarah mufakat adalah nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan landasan filosofi bernegara dalam sila ke 4 Pancasila. Mengutamakan pendekatan kekuasaan dan pengerahan kekuatan/tekanan yang menghasilkan menang-kalah justru akan memicu budaya kekerasan dan permusuhan serta dendam yang semakin akut, sehingga semakin jauh dari kehidupan yang harmoni.

Kapan sebaiknya mediasi atau negosiasi ditempuh?

Dialog yang terbangun dlm proses negosiasi maupun mediasi akan berlangsung efektif jika terbangun kesetaraan (power balancing), karena itu bagi para mediator atau negosiator perlu untuk mengetahui peta kekuatan masing-masing pihak. Sebaiknya negosiasi atau mediasi ditempuh bila kekuatan sudah relatif setara, jika belum setara maka pikirkan kembali untuk menggunakan bagian-bagian dari kerangka advokasi.

Bagaiamana menentukan perwakilan jika anda/komunitas atau Badan Hukum/Perusahaan ingin menempuh mediasi atau negosiasi?

Untuk kasus konflik sumber daya alam dan agraria dimana pihak masyarakat yang berjuang secara kolektif maka jika ingin menempuh negosiasi atau mediasi harus menentukan perwakilan (representasi) yang tepat. Perwakilan komunitas bisa dipilih melalui musyawarah tingkat komunitas (desa/kampung/nagari/gampong/dll) dan disertai dengan berita acara penunjukan secara tertulis. Dalam berita acara selain mencantumkan nama-nama perwakilan harus disertai juga daftar tuntutan/kepentingan yang ingin diperjuangkan, kewenangan, dan mekanisme pertanggujawaban perwakilan kepada komunitas yang diwakili. Selanjutnya Tim perwakilan komunitas harus merumuskan strategi negosiasi dan pembagian peran yang akan digunakan dalam proses negosiasi atau mediasi. Kecuali jika dalam komunitas masih memiliki kepemimpinan formal atau informal yang masih ditaati seluruh anggota komunitas, maka perwakilan bisa saja ditentukan secara otoritatif”. Lalu Bagaimana dengan perwakilan perusahaan? “Perlu dipahami kewenangan pengambilan keputusan dan kewenangan bertindak secara hukum dalam perseroan terbatas (PT) ada di tangan Direksi, karena itu jika yang mewakili perusahaan bukan Direksi secara langsung maka Direksi harus menunjuk kuasa sebagai perwakikannya, artinya perwakilan perusahaan harus menunjukkan surat kuasa dari Direksi, yang di dalamnya menyebut nama-nama penerima kuasa dan kewenangan-kewenangan dalam mengambil keputusan dalam proses negosiasi atau mediasi. Tanpa adanya perwakilan yang menerima mandat secara legitimate maka sulit bagi forum perundingan atau mediasi bisa berjalan efektif.

Bagaimana perkembangan praktik mediasi di Indonesia saat ini?

Mediasi telah berkembang menjadi pilihan yang diarusutamakan sebagai mekanisme penyelesaian perbedaan/sengketa/konflik baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Di dalam pengadilan Mahkamah Agung RI telah mengatur secara tegas bahwa mediasi merupakan bagian dari hukum acara di dalam penanganan perkara perdata di pengadilan negeri dan di pengadilan agama melalui Peraturan MA No. 1 tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan (perubahan dari PerMA No. 1 tahun 2008). Sementara di luar pengadilan, penggunaan mekanisme mediasi telah diadopsi di sengketa lingkungan hidup, sengketa konsumen, Kehutanan, pertanahan, perburuhan, hak cipta, perbankan dan asuransi, bahkan oleh lembaga-lembaga internasional seperti World Bank/IFC melalui CAO, RSPO, dll. Saat ini mediasi di luar pengadilan juga sudah diadopsi oleh grup korporasi besar di sektor perkebunan dan kehutanan sebagai bagian dari kebijakan atau komitmen Sustainability atau dikenal juga dengan komitmen NDPE (No Deforestation, No Peat land, No Exploitation). Dalam perkembangan terbaru mediasi juga akan masuk ke wilayah pidana (mediasi penal) yang rumusannya sudah masuk dalam draf RUU KUH Pidana yang sedang digodok DPR RI.

Bagaimana proses mediasi di pengadilan berlangsung?

Sesuai yang diatur dalam PerMA 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mediasi bersifat wajib sebelum majelis hakim memeriksa pokok perkara. Pada sidang perdana Majelis Hakim menjelaskan apa itu mediasi dan prosedurnya, dan memberi kesempatan Para pihak yang bersengketa untuk memilih Mediator Hakim atau Mediator Non Hakim (Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan tempat perkara disidangkan), Kemudian sidang dinyatakan ditunda dan proses mediasi diberi waktu 30 hari. Para pihak kemudian bertemu Mediator yang telah disepakati untuk menentukan jadwal mediasi dan menyerahkan resume perkara untuk dipelajari oleh Mediator. Dalam pertemuan mediasi memungkinkan pihak terkait untuk dilibatkan sepanjang Para Pihak bersengketa setuju. Dalam kurun waktu 30 hari, apapun hasilnya (ada kesepakatan/tidak) mediator akan melaporkan hasilnya pada Majelis Hakim. perpanjangan waktu dimungkinkan 15 hari lagi, namun jika sudah cukup maka sidang dilanjutkan. Lebih lengkap silakan baca PerMA 1 tahun 2016 dan SK Ketua MA 108 tahun 2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan.

Bagaimana proses mediasi di luar pengadilan yang biasanya digunakan lembaga-lembaga Mediator profesional?

Banyak pihak menyatakan telah melakukan Mediasi atau telah menjadi Mediator, namun jika ditelaah secara seksama proses yang dilakukan sesungguhnya bukanlah proses mediasi tapi mungkin hanya memoderasi atau fasilitasi. Sebab untuk menjadi Mediator anda membutuhkan adanya persetujuan terlebih dahulu dari para pihak yang sengketa/konflik, dan dalam proses memediasi anda harus menjunjung tinggi kode etik sebagai mediator, antara lain: Imparsial (tidak memihak), bebas konflik kepentingan, memberlakukan para pihak secara setara, memberikan kedaulatan kepada para pihak untuk membuat keputusan/kesepakatan, dan lain sebagainya (lihat pedoman perilaku mediator turunan PerMA 1 tahun 2016). Tahapan yang dilalui dalam proses Mediasi juga harus terstruktur sedemikian rupa agar para pihak dapat mencapai konsensus, karena dalam praktiknya kadangkala ada pihak yang menyatakan telah menempuh Mediasi tapi yang terjadi dalam pertemuan tersebut justru adalah ajang debat kusir dan menumpahkan emosi dan amarah, sehingga pada saat keluar dari forum pertemuan justru menyebabkan perbedaan/sengketa/konflik semakin meruncing. Tentu bukan ini tujuan mediasi. Mediasi hendaknya menghasilkan perbaikan relasi menjadi suasana yang harmoni. Tentu saja ini bisa tercipta apabila ada kesepakatan perdamaian yang disepakati bersama dan saling menguntungkan bagi para pihak. Kesepakatan yang lahir secara sukarela tanpa adanya tekanan

 

Apa saja kode etik yang wajib dipatuhi Mediator dalam proses Mediasi?

Mediator sejatinya menjadi jembatan para pihak yang bersengketa/konflik untuk menemukan konsensus terbaik mereka. Namun secara sadar maupun tidak sadar Mediator seringkali terjebak pada prilaku atau ucapan subjektif yang merugikan atau menguntungkan posisi salah satu pihak, sehingga berpotensi menurunkan kepercayaan para pihak atau salah satu pihak kepada Mediator. Untuk itulah maka Mediator harus paham dan selalu ingat dengan 6 hal wajib pedoman prilaku atau kode etik Mediator yang digambarkan disini.

oleh : Ahmad Zazali

IKUTI PELATIHAN KAMI !

LIHAT PELATIHAN SEBELUMNYA !

Leave a Comment