Proses dialog dalam mengurai benang kusut dalam kasus wadas sudah dimulai dengan dorongan banyak pihak, antara lain oleh Komnas HAM RI, Gubernur Jawa Tengah dan NU melalui GP Ansor. Pihak-pihak tersebut terlihat mengambil peran langsung mendorong dialog rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus wadas ini.
Kita berharap dialog-dialog yang didorong bisa menemukan kesepakatan yang memenuhi kepentingan dan kebutuhan para pihak. Presiden melalui Kantor Staf Ppresidenan (KSP) juga telah memberi sinyal kuat mendorong terjadinya evaluasi dan dialog yang humanis, ini beralasan meningat Presiden Jokowi sendiri memiliki rekam jejak yang baik dalam meresolusi masalah dengan pendekatan dialogis ketika menjadi Wali Kota Solo.
Untuk membaca sejauhmana dialog ini sebaiknya diarahkan, maka kita bisa menggunakan analisa pohon masalah. Kita bisa mulai dari akar pohonsebagai sumber atau penyebab masalah dalam kasus wadas, saya mencoba membuat analisanya berdasarkan pemahaman saya dari berbagai sumber yang sudah nmengemuka ke permukaan selama ini.
Akar
Sumber/Penyebab konflik Wadas yang kita identifikasi sebagai akar pohon yaitu adanya: (1) Kebutuhan bahan baku Pembangunan bendungan benar sebagai Proyek Strategis Nasional; (2) Penetapan Wadas sebagai penyediasi batuan andesit sebagai sumber bahan wilayah penyedia bahan baku pembangunan bendungan; (3) Sumbatan komunikasi yang tidak terbangun dengan baik.
Batang
Akar konflik kemudian membentuk isu atau masalah utama yang kita identifikasi sebagai batang pohon, yaitu terkait sengketa tata kuasa, tata kelola dan tata manfaat atas sumbe daya lahan/tanah. Oleh karena Isu/Masalah ini tidak dibicara dengan baik sehingga menyebabkan resistensi dan perlawanan oleh kelompok masyarakat yang kawatir kehilangan hak, kehilangan maanfaat ekonomi, nilai-nilai sosial dan jasa lingkungan.
Cabang dan Daun
Sumbatan komunikasi semakin mengental ketika dialog setara untuk memecahkan kekawatiran masyarakat yang kontra tidak terbangun. Sehingga menyebabkan letupan atau memberikan dampak yang sama-sama tidak diinginkan atau kita identifikasi sebagai cabang-cabang pohon dan daun-daun pohon, yaitu berupa (1) perpecahan di internal masyarakat menjadi pro dan kontra; (2) resistensi yang tinggi berupa aksi-aksi kampanye dan mobilisasi; (3) tindakan refresi sebagai tekanan balik terhadap aksi-aksi yang dialkukan kelompok kontra. Lebih lanjut kejadian tersebut menimbulkan dampak lanjutan berupa: (1) adanya trauma, amarah, sakit hati bahkan mungkin juga dendam; dan (2) adanya persepsi negatif terhadap aparat dan pemerintah.
Pertanyaannya, sudahkah dialog yang terbangun sekarang mengurai sumber/penyebab konfilk (akar pohon), isu/masalah utama (batang pohon) atau hanya menyelesaikan dampak-dampak (cabang-cabang dan daun-daun pohon).